DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang 1
1.2 Rumusan
Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Bioremediasi 3
2.2
Tujuan dan Manfaat Bioremediasi 4
2.3
Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi 5
2.4
Proses Bioremediasi 11
2.5
Jenis-jenis Bioremediasi 12
2.6
Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi 14
2.7
Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi 16
2.8
Kunci sukses bioremediasi 17
BAB III. PENUTUP
3.1
Kesimpulan 18
3.2
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Lingkungan kita
sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air yang kita minum
dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah terkontaminasi
secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah industri
seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah
menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia
beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup yang
ada di dalamnya.
Perkembangan
pembangunan di Indonesia
khususnya bidang industri, senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat
menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat kita. Namun di lain pihak,
perkembangan industri memiliki dampak terhadap meningkatnya kuantitas dan
kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di dalamnya adalah limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani dengan baik dan benar, limbah
B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan.
Pencemaran atau
polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang sudah
memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan
terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan
sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan
manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun
pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia
yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai
penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan
kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas dua golongan:
1.Polutan yang
mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti sampah yang
mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
2.Polutan yang
sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable pollutant),
dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.Bahan polutan yang
banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut (kloroform,
karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor, antrazin,
2,4-D), fungisida (pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia
(polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH], benzena, toluena, xilena),
polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih
banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera
dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi
limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis sebagai alternatif
yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H2O. Cara
biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang
tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini
dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah bakteri).
Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan
tersebut.
Hanya
bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam mengidentifikasi
dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi peralatan
yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan akibat
polusi lingkungan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan beberapa
permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :
1.2.1 Apakah pengertian Bioremediasi ?
1.2.2 Apakah tujuan dari biormediasi ?
1.2.3 Apa mikroorganisme yang berperan dalam
proses bioremediasi ?
1.2.4 Bagaimanakah proses bioremediasi ?
1.2.5 Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
1.2.6 Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
bioremediasi?
1.2.7 Apa sajakah kekurangan dan kelebihan
bioremediasi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan
dan maksud penulisan makalah ini, diantaranya :
1.3.1 Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan penggunaan dari
biremediasi
1.3.3 Untuk mengetahui mikroorganisme yang
berperan dalam bioremedisi
1.3.4 Untuk mengetahui proses bioremediasi
1.3.5 Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi
1.3.6 Untuk mengetahui Faktor-faktor yang
mempengaruhi bioremediasi
1.3.7 Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan
bioremediasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi
berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan sebagai
proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006), bioremediasi
merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan
proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko (2001),
bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan
yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah
lingkungan.
Menurut
Ciroreksoko(1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan
organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida
(CO2), metana, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk
pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau
mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari
lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Jadi
bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang
berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan
mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman
air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen
tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah
cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen).
Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi
juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan
secara biologi dalam kondisi terkendali.
2.2 Tujuan dan Manfaat Bioremediasi
Bioremediasi
bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan kata
lain mengontrol, mereduksi atau bahkan
mereduksi bahan pencemar dari lingkungan.
Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada :
1. Bidang Lingkungan, yakni,
pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah tersebut
menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni telah
membantu mengurangi pencemaran dari pabrik, misalnya saat 1979, supertanker
Exxon Valdez di Alaska, lebih dari 11juta gallon oli mentah mengalir, tetapi bakteri
pemakan oli membantu mengurangi pencemaran laut yang lebih jauh lagi.
2. Bidang Industri, yakni bioremediasi
telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan semangat industri
sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak dibidang
bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products, Inc., di San Clemente , Calif.
3. Bidang Ekonomi, karena bioremediasi
menggunakan bahan bahan alami yang hasilnya ramah lingkungan, sedangkan
mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah memerlukan modal dan biaya
yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang lebih
baik.
4. Bidang Pendidikan, penggunaan
microorganisme dalam bioremediasi, dapat membantu penelitian terhadap
mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas.Pengetahuan ini akan
memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.
5. Bidang Teknologi, bioremediasi
memberikan tantangan baru bagi teknologi untuk terus memberikan inovasi yang
lebih baik bagi lingkungan.
6. Bidang Sosial, bioremediasi
memberikan solusi ekonomi yang mudah dijangkau dan mudah dilakukan baik bagi
rumah tangga dan industri. Dengan begini, limbah rumah tangga dapat dikelola
jauh lebih baik.
7. Bidang Kesehatan, dengan
pengelolaan limbah yang baik, pencemaran dapat diminimalisir sehingga kualitas
hidup manusia jauh meningkat.
8. Bidang Politik, isu lingkungan
dapat lebih ditekan sehingga para petinggi dapat memfokuskan masalah ke lingkup
lain, Bahkan bioremediasi dapat membantu memperbaiki masalah yang
berkesinambungan didalamnya.
2.3 Jenis-jenis Mikroorganisme
yang berperan dalam bioremediasi
Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu teknologi
alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya
di lingkungan yaitu :
a. Bahan
pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan yang
mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi, baik
secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun yang
disengaja oleh manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis polutan ini
akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari
kecepatan degradasinya.
b. Bahan
pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius. Contohnya
adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan
senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan menjadi :
a.
Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya
(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil
penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa
xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang sebelumnya tidak
pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida, herbisida, plastik dan
serat sintesis.
Dalam
bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat
dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami
seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari
prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui proses
yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi di
lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya.
Berikut ini
merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam mendegradasi
polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak beracun.
1.
Pencemaran minyak bumi
Bahan utama
yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik.
Minyak bumi menghasilkan fraksi
hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat. Apabila keberadaan minyak
bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi akan menyebabkan
pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam
minyak bumi terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan
mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan
oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.
a. Komponen
minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan komponen terbesar
dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang bersifat lebih mudah
larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang
mendegradasi komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di
dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak bumi ini
biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
b. Komponen
minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang jumlahnya lebih
kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri
pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat
karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih
banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi yang
masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi komponen minyak bumi
yang mudah didegradasi.
Beberapa bakteri
dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi minyak bumi. Beberapa
contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu
bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak bumi karena kemampuannya
mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya.
Adapun contoh dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus
Achromobacter, Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas,
Brevibacterium, Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan
Pseudomonas, Bacillus. Beberapa contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi
minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium,
Candida, Sp.orobolomyce, Cladosp.orium, Debaromyces, Fusarium, Hansenula,
Rhodosp.oridium, Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma, Trichosp.oron. Sejumlah bakteri seperti
Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp.,
Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau
bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan
keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul
hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut
air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara
ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk
didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang
tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat
yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan
menyebarkannya ke permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam
sel.Umumnya ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :
a. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti
glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri
dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan,
ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
b. Polimer dengan berat molekul besar, yang
dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair,
bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak
selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
c. Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari
substrat hidrokarbon yang ada. Ada
substrat (misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya
melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.
Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan
biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan
menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa
hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan
sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan
biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam
medium.
Secara umum
terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai
berikut:
a. Interaksi sel
dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak
dapat mendukung.
b. Kontak
langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar
daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi
karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan
tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat
dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena
adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel
dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh
bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon
yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi
dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam
medium.
Berikut ini
merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak bumi yaitu:
1) Pseudomonas
sp.
Pseudomonas
berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer. Bakteri ini
merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau
beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang
hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi
sebagai terminal elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan
sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak
memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif,
katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai
sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi
hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan
Pseudomonas diminuta.
Salah satu
faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi
senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel
bakteri Pseudomonas yaitu:
a. Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik
Pseudomonas
menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon
alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2,
hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik
jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan
dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.
b. Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
Banyak senyawa
ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas.
Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom
oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate
atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini.
Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase
menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat),
yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
2) Arthrobacter
sp.
Pada
kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 –
1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses
pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1
mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur
optimum 25 – 30oC.
3) Acinetobacter
sp.
Memiliki
bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5
mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri
ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit
untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai
terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu
20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan
katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai
hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang
tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit
sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri
ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan
sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya
bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5
mm. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan
maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3.
Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri
ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk
menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri
ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan
seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari
golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh
fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon
umumnya berasal dari genus
Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces,
Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik
aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa
hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan
hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan
enzim lignin peroksidase. Bila terdapat
H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari
PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme.
Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul
lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari
golongan Deuteromycota (Aspergillus niger , Penicillium glabrum, P.
janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis
stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik.
Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan
dengan sistem yang dimiliki mamalia.
Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol
dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat,
glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi
pada jamur dan mamalia.
2. Pencemaran
Logam Berat
Secara
umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya di permukaan
bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah yang
besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama akumulasinya
sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam menyebabkan keracunan
terhadap tanah, udara maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral
misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam
(pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan
garam-garam anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang
masuk ke dalam tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam
organ-organ tubuh. Mikroba memerlukan
logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor atau reseptor
elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi mikroba terhadap logam
antara lain :
a. Mengikat ion
logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel serta membawanya ke
dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu
menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan
logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme energi.
c. Mengikat
logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif dalam proses
yang disebut biosorpsi.
Mikroba
mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara
detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.
a. Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya
mengubah ion logam berat yang bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat
tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan
memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.
b. Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah
ion logam yang terikat pada suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air
menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.
c. Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk
melarutkan logam berat dari senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas.
Biasanya mikroba menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion
logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti dengan
akumulasi ion logam.
d. Bioakumulasi
merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan lintasan
metabolism.
Interaksi
mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase larut menjadi
tidak atau sedikit larut sehingga mudah
dipisahkan. Adapun contoh mikroba
pendegradasi logam yaitu :
1) Enterobacter
cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI) menjadi Cr (III)
dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida,
asam askorbat, glutathion, sistein, dll.
2) Desulfovibrio
sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen sulfida yang
dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3)
Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang menggunakan
sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi molekul organik
dalam endapan yang bisa menghasilkan energi.
4) Bakteri
pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan reduksi sulfat,
bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor
elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon. Karbon
tersebut selain berperan sebagai sumber
donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya.
Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.
5) Bakteri
belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada logam-logam
dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa sulfat.
6) Mikroalga
contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal
yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris,
memiliki dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di
dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina,
sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam
sitoplasma.
7) Jamur
Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb dari dalam
perairan.
2.4 Proses Bioremediasi
Proses utama
pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan biokatalis. Saat
bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi
polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut. Enzim
mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan energi aktivasi, yaitu
energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada proses ini terjadi
biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang
kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung
pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan merupakan
proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan berbahaya di
lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang cukup
kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya
CO2. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia tersebut
untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi. Enzim
yang dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan
biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan
lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon,
lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama
tahap akhir metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses
tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan mikroorganisme. Tidak
terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan aktivitas degradasi
biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik, sehingga
senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan tersebut
tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang degradasi
senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap mikroorganisme
yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara untuk
meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi genetik
molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim
yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
2.5 Jenis-jenis Bioremediasi
A.
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1.
Biostimulasi
Biostimulasi
adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di
daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan,
yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah
sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga
bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang
sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses
penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya
untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,
jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan
lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan
di area yang tercemar (Suhardi, 2010).
2.
Bioaugmentasi
Bioaugmentasi
merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk
meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling
sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan
mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar
mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi
dengan lingkungan tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam
beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien
tertentu.
3.
Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi
jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan
lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1. In situ, yaitu dapat dilakukan
langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang digunakan berada
pada tempat lokasi limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan
surface juga ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi
2. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan
dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu
baru dikembalikan ke tempat asal. Lalu
diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.
Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ,
ia pun mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.
Pengembangan
Proses Bioremediasi Secara Ex-Situ : Dalam pengembangan proses bioremediasi residu pestisida
metidation telah dilakukan percobaan dalam skala erlenmeyer dengan menggunakan
air limbah yang di ambil dari selokan sekitar areal tanaman bawang merah di
daerah Brebes sebagai bahan dasar media. Untuk menunjang tingkat pertumbuhan
mikroba, ke dalam air limbah ditambahkan nutrisi dengan komposisi urea 2 g/l,
KH2PO4 1 g/l, K2HPO4 1,5 g/l, glukosa 5 g/l
dan pH awal media tercatat 7,41. Sementara konsentrasi metidation yang
ditambahkan adalah 100 ppm. Dalam percobaan ini dilakukan variasi kondisi
sebagai berikut:
- Media disterilisasi dan dibiarkan tanpa inokulasi (A1)
- Media tidak disterilisasi dan juga tidak diinokulasi (B1)
- Media disterilisasi dan kemudian diinokulasi dengan isolat 3 (A2)
- Media tidak disterilisasi dan diinokulasi dengan isolat 3 (B3)
Dari
pengamatan terhadap laju dan tingkat pertumbuhan mikroba yang diamati dengan
mengukur OD, terlihat bahwa pada A1 tidak ada pertumbuhan sementara pada B1 ada
pertumbuhan yang cukup nyata. Ini menunjukkan adanya pertumbuhan dari mikroba
indigen yang ada dalam air limbah. Sementara dari perbandingan tingkat
pertumbuhan antara A2 dan B2, terlihat bahwa sampai 72 jam waktu inkubasi pada
B2 terjadi tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi, tapi pada waktu inkubasi
lebih lama atau mulai jam ke 90, terlihat bahwa tingkat konsentrasi sel
pada A2 lebih tinggi dibanding B2. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya
persaingan dari beberapa mikroba dalam memanfaatkan nutrisi telah menyebabkan
nutrisi tersebut cepat habis dan selanjutnya mengalami kematian dari
mikroba-mikroba tersebut (Tisnadjaja, 2001).
2.6 Faktor-faktor yang
mempengaruhi Bioremediasi.
Keberhasilan
proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan demikian
mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan penambahan
suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a)
Lingkungan
Proses
biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran aliran
nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi aerobik
menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi in
situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi
oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga
penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam
tanah.
b)
Temperatur
Temperatur yang
optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C. Ladislao, et. al. (2007)
mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C bukan pilihan yang
valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk mengontrol
mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas minyak akan
meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik
menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses biodegradasi
akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat dilaksanakannya
bioremediasi.
c)
Oksigen
Langkah awal
katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang adalah oksidasi
substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian tersedianya oksigen
merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak. Ketersediaan
oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme
tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan
oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam
biodegradasi hidrokarbon minyak.
d)
pH.
Pada tanah
umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun ada yang
melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan penambahan
kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali. Penyesuaian pH dapat
merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia polutan, dan makro
& mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P akan turun,
sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- . Cendawan yang
lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan dibandingkan bakteri
asam.
e)
Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan
bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai aktivitas air
dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya kadar air
50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
f)
Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in
situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian mungkin tak
perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen & fosfor,
dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain.
Mikroorganisme memerlukan nutrisi
sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme sel. Dalam
penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain
sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g)
Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain
yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan aktivitas
mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa galur
mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah kometabolisme.
Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara tidak langsung
sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
2.7 Kelebihan dan Kekurangan
Bioremediasi
2.7.1 Kelebihan
bioremediasi sebagai berikut :
1) Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung
di daerah tersebut dengan lahan yang sempit sekalipun.
2) Mengubah pollutant bukan hanya
memindahkannya.
3) Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam
jangka waktu yang cepat.
4) Bioremediasi sangat aman digunakan karena
menggunakan mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
5) Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan
bahan kimia berbahaya.
6) Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan
murah biaya.
2.7.2 Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
1) Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara
bioremediasi.
2) Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3) Membutuhkan lokasi tertentu.
4) Pengotornya bersifat toksik
5) Padat ilmiah
6) Berpotensi menghasilkan produk yangtidak
dikenal
7) Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8) Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
(Wisnjnuprapto,1996) .
2.8 Kunci sukses bioremediasi
2.8.1 Dilakukan
karakterisasi lahan (site characterization) :
1. sifat dan struktur geologis lapisan
tanah,
2.
lokasi
sumber pencemar
3.
perkiraan
banyaknya hidrokarbon yang terlepas dalam tanah.
4.
sifat-sifat
lingkungan tanah : derajat keasaman (pH), temperatur tanah, kelembaban hingga kandungan
kimia yang sudah ada, kandungan nutrisi, ketersediaan oksigen.
5.
mengetahui
keberadaan dan jenis mikroba yang ada dalam tanah.
2.8.2 Treatability study.
1. Sesudah data terkumpul, kita bisa melakukan
modeling untuk menduga pola distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu
teknik modeling yang kini banyak dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA.
Di sini, diperhitungkan pula faktor perubahan karakteristik pencemar akibat
reaksi biologis, fisika dan kimia yang dialami di dalam tanah.
2.
Rekayasa
genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan hasilnya.
3.
Treatability
study juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung secara aerobik
atau anaerobik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk
mengidentifikasi gen” yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.
Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita
tentang bagaimana mikroba” memodifikasi polutan beracun menjadi tidak
berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan
di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan.
Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan
pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini
dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi.
Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis
lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah
diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan
karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan
jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi
komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di
lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme
(jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida
dan air).
Jenis-jenis
bioremediasi meliputi :
A. Bioremediasi yang melibatkan
mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1.
Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang
sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu
penambahan nutrien dan oksigen.
2.
Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi
dalam pengolahan limbah secara biologi.
3.
Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
B. Bioremediasi berdasarkan
lokasi, meliputi :
1.
In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses bioremediasi yang digunakan berada pada
tempat lokasi limbah tersebut).
2.
Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut lalu ditreatment ditempat lain,
setelah itu baru dikembalikan ke tempat
asal.
3.2 Saran
Kami
menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta kita harus
bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada tempatnya.
Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga. Karena hal
tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia. Bioremediasi memberikan solusi
baru bagi kualitas hidup lingkungan, oleh karena itu penerapan bioremediasi
baik skala kecil dan skala besar dapat dilakukan. Dalam lingkungan universitas,
bioremediasi dapat diterapkan karena skala limbah di universitas cukup banyak.
Dengan memilah limbah tersebut, dan membioremediasikannya, maka penelitian
tentang bioremediasi dapat dilakukan dengan lebih lanjut, mengingat universitas
yang memiliki progam pendidikan sains tentunya memiliki fasilitas yang
menunjang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim .2008. “Kemasan Polystirena Foam (Styrofoam)” . Info
POM(Vol 9 No. 5, September
2008). Jakarta .
Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi
secara bioremediasi . Jakarta : Erlangga .
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and
Application. McGraw- Hill, Inc. Toronto .
Fumento,
Michael. 2003. Bioevolution: How
Biotechnology Is Changing Our World . United
State of America
: Encounter Books.
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan
Metode Biostimulasi Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya .
Suwanto. 1998. Bioteknologi molekuler: Mengoptimalkan
manfaat keanekaan hayati melalui
teknologi DNA rekombinan (in Indonesian). Bogor :
IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar